Tampilkan postingan dengan label kisah sedih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kisah sedih. Tampilkan semua postingan
Jumat, 31 Mei 2019
Perawan Tua
Perawan tua itu bernama bu Fitri. Ia sama sekali tidak ingin menikah lagi selepas ditinggal nikah oleh kekasihnya dan juga dijodohkan dengan lelaki yang tidak dicintainya oleh kedua orang tua. Ia hidup sebatang kara hingga usianya yang tua kini.“Orang bilang “Sesuatu akan bisa karena terbiasa” begitupun dengan cinta, “Tumbuhnya cinta karena terbiasa bersama.” Gumam Fitri dalam hatinya. Ia merasa bimbang akan calon suami yang dipilihkan oleh kedua orang tuanya. Kebimbangan itu semakin hari semakin menjadi. Bermacam tirakat sudah dilakukan dari berpuasa hingga sholat malam. Tapi yang muncul dalam dirinya hanya keraguan-keraguan saja.
Sebentar lagi calon suami pilihan orang tua akan datang melamar. Umurnya yang semakin tua membuat Fitri sulit untuk menolak. Di lain sisi, ia juga tak memiliki calon suami. Seseorang yang dikasihinya sudah bersama dengan yang lain. Ia seperti makan buah simalakama.Berulang kali Fitri mencoba menenangkan hatinya. Ia percaya bahwa dengan seiringnya jalan, ia akan dapat mencintai calon suami pilihan orang tuanya. Fitri mencoba bersabar dan tetap terus berdoa dan hanya berpasrah kepada Yang Kuasa. Ia yakin bahwa cinta itu akan bisa tumbuh seiring dengan berjalannya waktu. Dengan keyakinan bahwa pilihan orang tua adalah yang terbaik, maka menikahlah Fitri dengan calon suami pilihan orang tuanya.
Sangat sulit bagi Fitri untuk memulai kehidupan berkeluarga. Terlebih karena ia belum begitu mengenal dan mencintai sang suami. Tapi, sang suami yang ternyata sangat tulus menerima Fitri, mau berbuat apa saja untuk mendapatkan hati istrinya. Setiap pagi, sebelum berangkat kerja, sang suami turut membantu Fitri merapihkan rumah dan menyiapkan makanan. Tutur katanya yang sopan dan ramah membuat Fitri menghormatinya. Bahkan sang suami tidak memaksa Fitri untuk berbuat yang diinginkannya karena ia paham dengan apa yang dirasakan oleh sang istri.Suatu hari, Fitri berkunjung ke rumah orang tuanya.
Ia rindu dengan kamarnya dahulu. Ia lelah, melamun, dan tertidur. Orang tuanya mendapati anak perempuannya yang sedang tertidur dan lekas membangunkan. Begitu bangun dari tidurnya, Fitri memeluk sang ibu. Ia tak kuat menahan tangisnya. “Dengar ya nak, tidak apa-apa. Mungkin belum saja. Sering-seringlah berbincang dengan dia, nanti perasaan cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya. Yang ikhlas ya nak karena Allah semata”Fitri menangis semakin kencang. Sang ibu memintanya kembali ke rumah dan menyiapkan makanan untuk suaminya. Fitri yang patuh itu lekas menjabat tangan kedua orang tua dan kembali ke rumahnya dengan hati yang penuh keraguan bahwa ia tidak mencintai suaminya sama sekali.Sasampainya di rumah, ia menyiapkan makanan dan minuman. Sang suami pulang membawa sekotak roti untuk Fitri.
Namun, tetap saja tidak ada ekspresi bahagia dari wajahnya. Ia pergi ke kamarnya dan entah apa yang akan dilakukannya. Ia tak ingin memandang wajah sang suami. Sang suami semakin bingung dan ingin mendengar alasan istrinya.Fitri menginginkan cerai saja. Ia benar-benar tidak ingin hidup dengan seorang laki-laki yang tidak dicintainya. Ia sungguh masih mencintai kekasihnya yang dahulu. Ia sama sekali tidak bisa melupakannya. Namun sayang kekasihnya sudah dimiliki oleh orang lain. Dengan sangat menyesal, Fitri meminta diceraikan saja oleh sang suami.Sang suami yang sudah sejak lama menahan kesabarannya itu tiba-tiba berubah menjadi seorang laki-laki yang kasar sekali. Ia marah seketika itu. Kesabarannya sudah tidak dapat dibendung lagi. Baginya, Fitri sangatlah keterlaluan.
Ia memarahi Fitri sejadi jadinya. Semua kata-kata kasar itu keluar dari mulutnya. Kadang ia masih tidak percaya dengan keputusan Fitri, namun jawaban Fitri tetaplah sama. Sang suami akhirnya menceraikan Fitri. Karena diliputi kekecewaan yang besar, ia melampiaskannya pada minuman keras dan wanita-wanita bayaran di luar sana. Cintanya kepada Fitri masih ada, namun dirinya tak dihargai sama sekali oleh istrinya itu. Perpisahan itu membuat kedua orang tua Fitri marah dan kecewa dengan anak perempuannya. Putrinya terlalu mementingkan perasaannya saja. Hingga beberapa tahun kemudian, Fitri tetap menjadi seorang janda yang sama sekali belum dikaruniai seorang anak dan masih gadis hingga umurnya yang menua.
Langganan:
Postingan (Atom)